Berikut beberapa artikel yang saya kutip dari berbagai sumber:
1. RI Masih Kekurangan Tenaga Kerja Terampil
Wakil Presiden (Wapres) Boediono ikut menyoroti tuntutan upah minimum provinsi (UMP) dari para buruh yang diiringi pemogokan kerja dan unjuk rasa masal yang terjadi beberapa hari terakhir ini.Dia mengakui, bila tenaga kerja dan upah buruh menjadi pertimbangan calon investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
"Kami menyadari bahwa Indonesia kekurangan tenaga kerja dengan keterampilan memadai sehingga ini bisa menjadi hambatan serius di tahun-tahun mendatang. Jadi pemerintah dan pengusaha perlu mengantisipasi hal ini," lanjut dia dalam Indonesia Investment Summit di Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Boediono mengatakan, akhir-akhir ini terjadi peningkatan aktivitas pekerja yang menuntut upah lebih baik. Namun dia mengingatkan aksi demonstrasi yang damai dan pemogokan harus diterima sebagai bagian dari demokrasi di tempat kerja.
Untuk itu, Boediono meminta pemerintah, pengusaha dan buruh menyepakati formula yang lebih permanen dan cukup mengakomodir para pekerja dan pelaku bisnis.
"Hal ini untuk menjaga kepentingan kita semua dan tidak membiarkan bentuk intimidasi demi kesejahteraan bersama," tambah dia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Boediono menuturkan, pemerintah telah bekerja keras untuk membangun dan proyek penting, seperti pelabuhan, bandara , jalan, kereta api , listrik, fasilitas perkotaan, energi terbarukan dan infrastruktur gas.
Infrastruktur tersebut akan siap beroperasi. "Pemerintah berkomitmen penuh untuk terus meningkatkan lingkungan bisnis dan investasi di negeri ini," pungkas dia.
2. Investasi Asing Tak Buat Tenaga Kerja RI Jadi Terlatih
Pemerintah terus berupaya menarik investasi asing untuk menanamkan modal di Indonesia sekaligus mengurangi tingkat pengangguran di Tanah Air. Namun, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik justru mengkhawatirkan hal sebaliknya.Riza menilai, fokus aktifitas liberalisasi dan investasi perdagangan saat ini sesungguhnya ditujukan pada penyerapan tenaga kerja yang memiliki keahlian (skill labour) dan bukan tenaga kerja tak terlatih (unskill labour). Artinya, jika investasi asing merajai dalam kegiatan perekonomian Indonesia, fundamental ekonomi Indonesia justru dituding akan semakin rentan dan rapuh.
"Kapan saja dia (perekonomian) bisa runtuh. Kalau selama investor asing itu nyaman berinvestasi disini ya kita merasa aman tetapi pada saat mereka terganggu dan mereka keluar, maka kita akan hancur," ujarnya di Jakarta
IGJ menuding, penanaman modal asing ini pada praktiknya tidak memberikan peluang yang lebih besar meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dari unskill labour menjadi skill labour.
Selain itu, invetasi asing yang berkembang di Indonesia saat ini lebih ditujukan kepada aktifitas ekspor produk-produk non olahan dalam negeri. Hal ini berarti potensi penyerapan tenaga kerja semakin minim.
"Padahal kalau sudah menjadi produk olahan, akan ada tenaga kerja yang banyak diserap seperti dari sektor pertanian, pasca pertanian, marketing, atau packaging-nya, nah yang terjadi sekarang kan tidak demikian," jelasnya.
Tak hanya produk pangan, investor asing juga dituding lebih banyak mengekspor barang-barang mineral mentah. Perusahaan asing dituding hanya mengekplorasi mineral dan mengirimnya ke negara lain untuk masuk kembali ke Indonesia dalam bentuk produk olahan. "Ini yang terus terjadi di Indonesia," tandasnya.
3.Pekerja RI Kalah Berbakat dan Terampil dari Malaysia
Pemerintah Indonesia tampaknya harus bekerja lebih keras meningkatkan bakat, kemampuan dan keterampilan tenaga kerja di dalam negeri. Pasalnya, Indonesia hanya mampu merebut peringkat ke-84 di dunia soal penyediaan pekerja berbakat dan terampil.Seperti mengutip laporan resmi bertajuk `The Global Talent Competitiveness Index 2013`, Kamis (28/11/2013), dari skala penilaian 0-100, Indonesia hanya mampu meraih nilai 37. Angka tersebut masih tertinggal di bawah negara tetangga, Malaysia sebesar 51,54 yang berhasil menempati peringkat ke 37.
Susunan peringkat tersebut disusun berdasarkan data penelitian yang dilakukan Insead Business School bersama perusahaan yang bergerak di industri tenaga kerja Human Capital Leadership Institute dan Adecco Group pada 103 negara. Indeks tersebut mengukur kemampuan suatu negara untuk menghasilkan, menarik dan mempertahankan tenaga kerja berbakat.
Pemicu utama rendahnya peringkat Indonesia dalam daftar tersebut dipicu, rendahnya pekerja terampil untuk mengisi kekosongan lowongan pekerjaan yang tersedia. Selain itu, kesulitan bisnis di Indonesia, rendahnya mobilitas sosial, dan rendahnya fleksibilitas pasar tenaga kerja turut memicu rendahnya daya saing pekerja berbakat di Indonesia.
Secara umum, negara-negara di Asia memang masih kesulitan menghadapi tantangan pasar tenaga kerja mengingat rendahnya jumlah pekerja terampil di kawasan tersebut. Lihat saja, hingga saat ini Indonesia tercatat masih kekurangan 55 juta pekerja terampil.
Meski demikian, para pekerja di Indonesia merasa sangat aman berada di lingkungan kerja pada malam hari. Terbukti, Indonesia berhasil meraih peringkat ke-5 untuk urusan keamanan bekerja di malam hari.
Di kawasan Asia Timur, Singapura memimpin jajaran persaingan pengembangan bakat tenaga kerja. Sementara dari 103 negara yang diteliti, Singapura berhasil menempati posisi kedua di dunia.
4.Menkeu: Jangan Harapkan Pekerja Lulusan SD Menjadi PhD
Dunia kerja di tanah air hingga kini masih didominasi oleh pekerja yang hanya mengantongi pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD). Tercatat 52 juta orang atau separuh dari total angkatan kerja di Indonesia memiliki pendidikan yang tergolong rendah.Menghadapi realitas tersebut, Menteri Keuangan Chatib Basri mengakui seluruh pihak memiliki tanggung jawab untuk meningkat keterampilan pekerja tamatan SD tersebut melalui berbagai bentuk pelatihan.
"Kalau kita harus sekolahkan lulusan SD sampai jenjang Universitas kan kelamaan, makanya jangka pendek solusinya vocational training (pelatihan kejuruan). Jangan harapkan mereka jadi PhD, tapi paling penting supaya misalnya menggunakan mesin bubut tidak salah, setrika tidak gosong," ujar Chatib di kantornya, Jakarta, Jumat (8/11/2013).
Chatib mengakui, seluruh masyarakat selama ini bercita-cita untuk mengantongi ijazah dari perguruan tinggi. Namun tak banyak masyarakat yang berusaha untuk mengembangkan pelatihan kejuruan.
Dari pemikiran tersebut, pemerintah pun berencana mengeluarkan kebijakan insentif untuk penyelenggaraan aktivitas pelatihan bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Insentif nantinya bisa diberikan dalam bentuk pengurangan pajak (tax deduction) atau tax allowance.
Langkah tersebut dianggap lebih baik daripada memberikan jaminan tunjangan pengangguran bagi penduduk Indonesia. Chatib menyontohkan, saat ini pemerintah Australia menghadapi persoalan tingginya angka pengangguran karena kebijakannya memberikan jaminan tunjangan pengangguran bagi warganya yang tidak bekerja."Jadi kalau bekerja upahnya kecil, lebih baik jadi pengangguran," tukas dia
5.Kemenakertras: Direksi BUMN Tak Paham Masalah Ketenagakerjaan
Dirjen Pembinaan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Irianto Simbolon, menyayangkan lambannya perusahaan-perusahan milik pemerintah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ketenagakerjaan.Menurut Irianto, salah satu penyebab lambannya penyelesaian masalah ketenagakerjaan itu adalah jajaran direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak bisa memahami persoalan yang dikeluhkan oleh tenaga kerja. Padahal, telah ada aturan yang sebetulnya bisa langsung diimplementasikan agar penyelesaian masalah tersebut dapat dilakukan dengan cepat.
"Direksinya masih menunggu dulu pertimbangan-pertimbangan yang mengakibatkan para buruh malah melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," katanya usai menghadiri Diskusi 'Pengamanan Objek Vital dan Stabilitas Tenaga Kerja di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (16/7/2013).
Kemenakertrans menyatakan masalah ketenagakerjaan yang dihadapi perusahaan BUMN ini sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya berkisar pada persoalan hubungan kerja tenaga alih daya (outsourcing) dan upah lembur. BUMN yang mengalami masalah ketenagakerjaan ini seperti PT KAI, PT Telkom, PT PLN, PT Pertamina, PT Askes, ASDP.
Menurut Irianto, Kemenakertrans sendiri telah melakukan upaya maksimal untuk menyelesaikan persoalan ini dengan memanggil direksi, mengeluarkan nota pemeriksaan serta mengeluarkan anjuran penyelesaian. Sayangnya, langkah-langkah tersebut belum dilaksanakan oleh perusahaan.
Sementara upaya Kemenakertrans lewat koordinasi dengan Kementerian BUMN senantaisa terbentur pada sisi keuangan dan sisi administratif yang memerlukan proses yang panjang dan mendalam. "Kalau sudah begitu bukan wewenang kami lagi, tetapi harapan Kemenakertrans harusnya tidak perlu pakai menunggu waktu karena itu kan sudah jelas," tandasnya
Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar Blogger Facebook
Terimakasih telah Berkunjung ke Tugas'Blog. Semoga bermanfaat
Peraturan Berkomentar:
- Dilarang menggunakan bahasa Kasar
- Dilarang melakukan spamming
- Dilarang menyinggung orang lain
Selamat berkomentar :)